Hadits Tentang Pelestarian Lingkungan Hidup.
Dari Anas bin Malik ra. Dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim pun yang menanam atau bercocok tanam, kemudian tanamannya itu dimakan oleh burung, atau orang, atau binatang, melainkan hal itu menjadi shadaqah baginya”. (HR. Bukhari)
Kandungan Hadis perihal Kelestarian Alam.
Melalui hadis ini, Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk menanam atau bercocok tanam. Berdasarkan hadis ini sanggup dikatakan pula bahwa dengan bercocok tanam atau menanam pohon akan diperoleh dua manfaat, yaitu manfaat keduniaan dan manfaat keagamaan.
Manfaat pertama yang bersifat keduniaan dari bercocok tanam ialah mendatangkan hasil atau produk berupa tersedianya materi makanan. Dengan bercocok tanam maka banyak orang sanggup mendapat manfaat darinya. Selain petani itu sendiri, masyarakat juga ikut menikmati hasil tanamannya baik yang berupa sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, ataupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan pangan mereka. Meskipun orang lain yang ikut mengambil manfaat harus mengganti dengan membayar sejumlah uang, tetap sanggup dikatakan bahwa orang-orang yang bercocok tanam telah menawarkan manfaat kepada orang banyak dengan menyediakan hal-hal yang diharapkan manusia.
Bahkan manfaat yang mereka berikan tidak terbatas pada penyediaan materi masakan bagi orang lain saja akan tetapi dengan bercocok tanam, mereka telah mengakibatkan lingkungan lebih sehat untuk manusia, udara juga menjadi lebih sehat lantaran tanamanmenghasikan oksigen yang juga sangat diharapkan insan dalam proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan besar juga menawarkan kerindangan dan keteduhan bagi orang-orang yang bernaung di bawahnya serta kesegaran bagi orang-orang di sekitarnya. Tanaman dan pepohonan juga mengakibatkan pemandangan alam yang indah dipandang mata, sehingga perasaan pun ikut menjadi tenang berada di dekatnya.
Manfaat kedua ialah manfaat yang bersifat keagamaan yaitu pahala bagi orang yang menanam. Sesungguhnya flora yang kita tanam apaila dimakan oleh manusia, burung, atau binatang lain, meskipun hanya satu biji saja, maka hal itu ialah sedekah bagi penananya, baik beliau kehendaki atau tidak. Sehingga sanggup dikatakan bahwa seorang Muslim akan mendapat pahala dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat beliau tetap berabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt. Sesungguhnya segala masalah bagi seorang Muslim sanggup bernilai ibadah dan mengandung kebaikan.
Karena itu siapapun seorang Muslim yang menanam pohon, hendaknya jangan berpikir bahwa buahnya hanya boleh dimakan oleh dirinya sendiri dan keluarganya, akan tetapi patut pula beliau berpikir untuk ikhlash apabila buahnya dimakan oleh orang, burung ataupun binatang lain. Dalam hal ini terdapat cerita yang patut dijadikan pelajaran. Yaitu cerita seorang kakek yang menanam pohon zaitun.
Dikisahkan bahwa suatu hari raja Anusyirwan ketika sedang berburu menjumpai seorang kakek renta sedang menanam pohon zaitun. Melihat hal itu raja berkata kepada kakek renta itu:
“wahai kakek, bukan kini saatnya kamu menanam zaitun, lantaran beliau pohon yang sangat usang tumbuhnya, sehingga bila beliau berbuah niscaya engkau sudah meninggal”.
Mendengar kata-kata raja itu, kakek renta dengan bijak menjawab:
“wahai raja, orang-orang sebelum kita telah menanam, kemudian kita memakan hasilnya, maka kini kita menanam. Supaya orang-orang sehabis kita sanggup memakan hasilnya”
Mendengar balasan kakek renta itu, raja pun merasa bahagia dan memberinya sejumlah hadiah.
Sepatutnya begitulah orang-orang berpikir bahwa kita telah mengambil manfaat dari apa yang telah diusahakan oleh orang lain, maka kitapun akan melaksanakan sesuatu demi kemanfaatan yang sanggup dirasakan oleh orang lain pula. Seorang Muslim yang menanam flora tidak akan pernah merasa rugi, alasannya ialah flora tersebut akan dirasakanmanfaatnya oleh insan dan hewan, bahkan oleh bumi kita diami. Tanaman yang beliau tanam, kemudian diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal ataupun jalan haram, tetap saja yang menanamnya akan mendapat pahala, alasannya ialah flora yang diambil tersebut menjelma sedekah baginya, walaupun beliau tidak meniatkan tanamanny yang diambil atau dirusak orang atau binatang itu sebagai sedekah.
Begitu pentingnya menanam pohon sebagai upaya untuk memelihara lingkungan, maka dalam hadis lain Rasulullah Saw memerintahkan untuk menanami tanah-tanah yang kosong. Bahkan kalau pemilik tanah itu tidak sanggup menanaminya, Rasulullah Saw menganjurkannya untuk mencari orang lain yang akan menggarapnya.
Dari Abu Hurarah ra. Dia berkata: “Rasulullah saw bersabda ‘siapa yang mempunyai tanah hendaklah beliau menanaminya, atau hendaklah beliau serahkan kepada saudaranya untuk ditanami, kalau tidak mau, maka hendaklah beliau tahan (kepemilikan) tanah itu (disewakan kepada orang lain untuk ditanami)" (HR. Bukhary)
Hadis di atas memperlihatkan bahwa Rasulullah sangat menghargai tanah yang merupakan karunia Allah Swt. Karena itu orang yang mempunyai tanah cukup luas tetapi tidak sanggaup untuk mengelola dan memanfaatkan tanahnya dengan menanaminya, diperintahkan untuk menghibahkannya kepada saudaranya biar dikelola, atau disewakan kepada orang lain untukdigarap. Dengan cara demikian maka beliau tidak dianggap menelantarkan lahan. Selain itu beliau telah menolong orang lain dengan memberiya pekerjaan.
Begitulah Islam semenjak zaman Nabi telah memperhatikan lingkungan sebagai upaya pelestarian lingkungan itu sendiri sehingga tidak terbengkalai bahkan menawarkan manfaat dan maslahat kepada umat manusia.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Dari Anas bin Malik ra. Dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim pun yang menanam atau bercocok tanam, kemudian tanamannya itu dimakan oleh burung, atau orang, atau binatang, melainkan hal itu menjadi shadaqah baginya”. (HR. Bukhari)
Kandungan Hadis perihal Kelestarian Alam.
Melalui hadis ini, Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk menanam atau bercocok tanam. Berdasarkan hadis ini sanggup dikatakan pula bahwa dengan bercocok tanam atau menanam pohon akan diperoleh dua manfaat, yaitu manfaat keduniaan dan manfaat keagamaan.
Manfaat pertama yang bersifat keduniaan dari bercocok tanam ialah mendatangkan hasil atau produk berupa tersedianya materi makanan. Dengan bercocok tanam maka banyak orang sanggup mendapat manfaat darinya. Selain petani itu sendiri, masyarakat juga ikut menikmati hasil tanamannya baik yang berupa sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, ataupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan pangan mereka. Meskipun orang lain yang ikut mengambil manfaat harus mengganti dengan membayar sejumlah uang, tetap sanggup dikatakan bahwa orang-orang yang bercocok tanam telah menawarkan manfaat kepada orang banyak dengan menyediakan hal-hal yang diharapkan manusia.
Bahkan manfaat yang mereka berikan tidak terbatas pada penyediaan materi masakan bagi orang lain saja akan tetapi dengan bercocok tanam, mereka telah mengakibatkan lingkungan lebih sehat untuk manusia, udara juga menjadi lebih sehat lantaran tanamanmenghasikan oksigen yang juga sangat diharapkan insan dalam proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan besar juga menawarkan kerindangan dan keteduhan bagi orang-orang yang bernaung di bawahnya serta kesegaran bagi orang-orang di sekitarnya. Tanaman dan pepohonan juga mengakibatkan pemandangan alam yang indah dipandang mata, sehingga perasaan pun ikut menjadi tenang berada di dekatnya.
Manfaat kedua ialah manfaat yang bersifat keagamaan yaitu pahala bagi orang yang menanam. Sesungguhnya flora yang kita tanam apaila dimakan oleh manusia, burung, atau binatang lain, meskipun hanya satu biji saja, maka hal itu ialah sedekah bagi penananya, baik beliau kehendaki atau tidak. Sehingga sanggup dikatakan bahwa seorang Muslim akan mendapat pahala dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat beliau tetap berabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt. Sesungguhnya segala masalah bagi seorang Muslim sanggup bernilai ibadah dan mengandung kebaikan.
Karena itu siapapun seorang Muslim yang menanam pohon, hendaknya jangan berpikir bahwa buahnya hanya boleh dimakan oleh dirinya sendiri dan keluarganya, akan tetapi patut pula beliau berpikir untuk ikhlash apabila buahnya dimakan oleh orang, burung ataupun binatang lain. Dalam hal ini terdapat cerita yang patut dijadikan pelajaran. Yaitu cerita seorang kakek yang menanam pohon zaitun.
Dikisahkan bahwa suatu hari raja Anusyirwan ketika sedang berburu menjumpai seorang kakek renta sedang menanam pohon zaitun. Melihat hal itu raja berkata kepada kakek renta itu:
“wahai kakek, bukan kini saatnya kamu menanam zaitun, lantaran beliau pohon yang sangat usang tumbuhnya, sehingga bila beliau berbuah niscaya engkau sudah meninggal”.
Mendengar kata-kata raja itu, kakek renta dengan bijak menjawab:
“wahai raja, orang-orang sebelum kita telah menanam, kemudian kita memakan hasilnya, maka kini kita menanam. Supaya orang-orang sehabis kita sanggup memakan hasilnya”
Mendengar balasan kakek renta itu, raja pun merasa bahagia dan memberinya sejumlah hadiah.
Sepatutnya begitulah orang-orang berpikir bahwa kita telah mengambil manfaat dari apa yang telah diusahakan oleh orang lain, maka kitapun akan melaksanakan sesuatu demi kemanfaatan yang sanggup dirasakan oleh orang lain pula. Seorang Muslim yang menanam flora tidak akan pernah merasa rugi, alasannya ialah flora tersebut akan dirasakanmanfaatnya oleh insan dan hewan, bahkan oleh bumi kita diami. Tanaman yang beliau tanam, kemudian diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal ataupun jalan haram, tetap saja yang menanamnya akan mendapat pahala, alasannya ialah flora yang diambil tersebut menjelma sedekah baginya, walaupun beliau tidak meniatkan tanamanny yang diambil atau dirusak orang atau binatang itu sebagai sedekah.
Begitu pentingnya menanam pohon sebagai upaya untuk memelihara lingkungan, maka dalam hadis lain Rasulullah Saw memerintahkan untuk menanami tanah-tanah yang kosong. Bahkan kalau pemilik tanah itu tidak sanggup menanaminya, Rasulullah Saw menganjurkannya untuk mencari orang lain yang akan menggarapnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ
Dari Abu Hurarah ra. Dia berkata: “Rasulullah saw bersabda ‘siapa yang mempunyai tanah hendaklah beliau menanaminya, atau hendaklah beliau serahkan kepada saudaranya untuk ditanami, kalau tidak mau, maka hendaklah beliau tahan (kepemilikan) tanah itu (disewakan kepada orang lain untuk ditanami)" (HR. Bukhary)
Hadis di atas memperlihatkan bahwa Rasulullah sangat menghargai tanah yang merupakan karunia Allah Swt. Karena itu orang yang mempunyai tanah cukup luas tetapi tidak sanggaup untuk mengelola dan memanfaatkan tanahnya dengan menanaminya, diperintahkan untuk menghibahkannya kepada saudaranya biar dikelola, atau disewakan kepada orang lain untukdigarap. Dengan cara demikian maka beliau tidak dianggap menelantarkan lahan. Selain itu beliau telah menolong orang lain dengan memberiya pekerjaan.
Begitulah Islam semenjak zaman Nabi telah memperhatikan lingkungan sebagai upaya pelestarian lingkungan itu sendiri sehingga tidak terbengkalai bahkan menawarkan manfaat dan maslahat kepada umat manusia.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal hadits perihal pelestarian lingkungan hidup. Sumber buku Siswa Hadits Ilmu Hadits Kelas XII MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
0 Response to "Hadits Perihal Pelestarian Lingkungan Hidup"