A. Pengertian Amanah.
Menurut bahasa amanah diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Definisi amanah tersebut memperlihatkan pengertian bahwa setiap amanah selalu melibatkan dua pihak yaitu si pemberi amanah dan si peserta amanah. Lebih jelasnya, hubungan keduanya sanggup dijelaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Perwujudan atau pelaksanaan (pengamalan) sifat amanah ini secara garis besar tercakup dalam sikap menepati janji. Sebab setiap perbuatan insan yang berkaitan dengan nilai amanah, niscaya ada hubungannya persoalan janji.
Adapun yang termasuk kesepakatan insan terhadap Allah Swt. itu ialah kesepakatan terhadap sesama insan telah diperkuat dengan nama Allah (sumpah), dan juga kesepakatan insan kepada Allah Swt. langsung, yang disebut Nadzar. Kecuali itu secara susila insan berjanji kepada Allah Swt. berupa legalisasi insan atas persoalan ke Tuhanan-Nya. Manusia telah berjanji mengaku Allah Swt. sebagai Tuhan mereka, yang konsekwensinya mereka harus mengabdikan diri kepada-Nya.
B. Dalil Naqli Tentang Amanah.
QS. Al-Anfal :27 ;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kau mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kau mengetahui.” (QS. Al-Anfal :27)
C. Contoh Tentang Amanah.
Misalnya insan secara individu diberi amanah berupa umur oleh Allah. Pertanyaannya ialah dipakai untuk apa umur tersebut? Apakah umur itu dipakai untuk halhal yang bermanfaat ibarat bekerja, melakukan ibadah puasa, membaca Al-Qur'an, dan yang lainnya. Bila kita sebagai individu sudah melakukan amanah tersebut sesuai tuntunan-Nya, maka kita pantas disebut orang yang sanggup mendapatkan amanah atau bisa menjalankan amanah dari-Nya. Sebaliknya kalau kita salah memakai amanah tersebut contohnya bermalas-malasan, tidak mau bekerja, hanya berdiam saja di rumah, maka oleh Allah kita dianggap orang yang tidak sanggup mendapatkan amanah alias tidak beramanah.
Selain itu, teladan lainnya dalam kehidupan sehari-hari ibarat dalam berorganisasi. Adakah amanah di dalamnya? Tentu ada. Amanah apa yang dipikul seorang pemimpin atas anggota yang dipimpinnya. Tidak lain ialah mengajak, membimbing dan mengarahkan anggotanya untuk berperilaku sesuai tuntunan Allah Swt dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak hanya sejahtera di dunia juga di akhirat. Oleh alasannya ialah itu, menjadi pemimpin umat beragama tidaklah gampang alasannya ialah setiap kata dan tindakannya akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di darul abadi kelak. Seperti lazimnya dilakukan oleh organisasi, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). LPJ itulah yang merupakan wujud amanah yang diemban oleh sang pemimpin dan jajarannya.
Jadi, amanah tidaknya seseorang pemimpin bukan dilihat dari penampilan fisik, bahan atau keturunan, tetapi lebih ditentukan oleh kinerja. Misalnya bagaimana sang pemimpin bisa memobilisasi (menggerakkan) anggota serta mengorganisir sedemikian rupa sehingga bisa memberdayaka potensi anggota untuk kemaslahatan bersama sehingga yang menjadi tujuan utama ialah untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.
Menurut bahasa amanah diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Definisi amanah tersebut memperlihatkan pengertian bahwa setiap amanah selalu melibatkan dua pihak yaitu si pemberi amanah dan si peserta amanah. Lebih jelasnya, hubungan keduanya sanggup dijelaskan dalam kehidupan sehari-hari.
Perwujudan atau pelaksanaan (pengamalan) sifat amanah ini secara garis besar tercakup dalam sikap menepati janji. Sebab setiap perbuatan insan yang berkaitan dengan nilai amanah, niscaya ada hubungannya persoalan janji.
Adapun yang termasuk kesepakatan insan terhadap Allah Swt. itu ialah kesepakatan terhadap sesama insan telah diperkuat dengan nama Allah (sumpah), dan juga kesepakatan insan kepada Allah Swt. langsung, yang disebut Nadzar. Kecuali itu secara susila insan berjanji kepada Allah Swt. berupa legalisasi insan atas persoalan ke Tuhanan-Nya. Manusia telah berjanji mengaku Allah Swt. sebagai Tuhan mereka, yang konsekwensinya mereka harus mengabdikan diri kepada-Nya.
B. Dalil Naqli Tentang Amanah.
QS. Al-Anfal :27 ;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kau mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kau mengetahui.” (QS. Al-Anfal :27)
C. Contoh Tentang Amanah.
Misalnya insan secara individu diberi amanah berupa umur oleh Allah. Pertanyaannya ialah dipakai untuk apa umur tersebut? Apakah umur itu dipakai untuk halhal yang bermanfaat ibarat bekerja, melakukan ibadah puasa, membaca Al-Qur'an, dan yang lainnya. Bila kita sebagai individu sudah melakukan amanah tersebut sesuai tuntunan-Nya, maka kita pantas disebut orang yang sanggup mendapatkan amanah atau bisa menjalankan amanah dari-Nya. Sebaliknya kalau kita salah memakai amanah tersebut contohnya bermalas-malasan, tidak mau bekerja, hanya berdiam saja di rumah, maka oleh Allah kita dianggap orang yang tidak sanggup mendapatkan amanah alias tidak beramanah.
Selain itu, teladan lainnya dalam kehidupan sehari-hari ibarat dalam berorganisasi. Adakah amanah di dalamnya? Tentu ada. Amanah apa yang dipikul seorang pemimpin atas anggota yang dipimpinnya. Tidak lain ialah mengajak, membimbing dan mengarahkan anggotanya untuk berperilaku sesuai tuntunan Allah Swt dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak hanya sejahtera di dunia juga di akhirat. Oleh alasannya ialah itu, menjadi pemimpin umat beragama tidaklah gampang alasannya ialah setiap kata dan tindakannya akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di darul abadi kelak. Seperti lazimnya dilakukan oleh organisasi, hal tersebut direalisasikan dalam bentuk Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). LPJ itulah yang merupakan wujud amanah yang diemban oleh sang pemimpin dan jajarannya.
Jadi, amanah tidaknya seseorang pemimpin bukan dilihat dari penampilan fisik, bahan atau keturunan, tetapi lebih ditentukan oleh kinerja. Misalnya bagaimana sang pemimpin bisa memobilisasi (menggerakkan) anggota serta mengorganisir sedemikian rupa sehingga bisa memberdayaka potensi anggota untuk kemaslahatan bersama sehingga yang menjadi tujuan utama ialah untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian amanah, dalil naqli perihal amanah dan teladan perihal amanah. Sumber buku Siswa Akhlak Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
0 Response to "Pengertian Amanah, Dalil Naqli Wacana Amanah Dan Teladan Wacana Amanah"